Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"? Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer
Alhamdulillah, akhirnya tahun 2009 terlewati juga. Tahun yang bagi saya, salah satu yang berkesan. Berkesan dalam artian, di tahun ini, saya mendapatkan banyak pengalaman baru. Dan pemaknaan baru. Ada hal-hal yang dulunya saya tak paham, sekarang jadi paham. Atau entah saya merasa paham padahal sebenarnya belum, atau dari dulu sudah paham tapi sekarang tambah paham. Memangnya paham itu apa sih? Yang pasti begini, apapun yang saya alami di tahun 2009 kemarin, ternyata sukses membuat saya sungguh-sungguh menatap 2010. Saya, untuk pertama kalinya, membuat daftar resolusi. Daftar resolusi yang bagi saya, terlampau rinci dan penuh perencanaan. Membuat tahun 2010 terasa dingin dan kaku, bagaikan angka-angka di microsoft excel. Membuat tahun 2010 terasa singkat dan padat, karena memang saya padatkan dalam perencanaan. Bukankah iya, segala perencanaan adalah seolah-olah menafikan bahwa hidup itu punya kejutan? Tidakkah jika Hume masih hidup, ia akan menertawakan daftar resolusi kita semua? Sam