Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2010

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Balada Palermo

Piala Dunia 2010 sudah hampir mencapai puncak. Selama tiga minggu ke belakang, even tersebut telah menyuguhkan banyak hal. Banyak hal yang sesungguhnya sebuah drama yang berulang, misalnya: gagalnya tim-tim unggulan, melempemnya pemain yang hebat di klub, berpacunya tim kuda hitam di jalur juara, hingga munculnya bintang-bintang baru. Keempat itu selalu muncul di edisi kejuaraan sepakbola -atau olahraga- manapun. Itu yang bikin menarik, itu yang bikin Piala Dunia masih ditonton entah hingga kapan. Ada memang perentilan menarik di kejuaraan Afrika Selatan ini, misalnya tiupan terompet vuvuzela yang mengalahkan tradisi yel-yel penonton, ataupun bola Jabulani yang begitu memusingkan para kiper dan pengumpan lambung. Tapi dari sekian banyak, saya mengingat satu hal dalam benak. Bukan redupnya Rooney, bukan kehebatan permainan Nippon, bukan pula kiprah Korea Utara, ataupun buruknya Ronaldo. Saya mengingat satu, seorang Argentina bernama Martin Palermo. Sedari sekitar SMP, kala orde baru mas

Puisi Penjudi

Sejak SD kutahu berjudi itu dilarang Dari Qur'an sudah jelas judi dibilang haram Orang bijak bilang tiada manusia kaya karena judi Rhoma Irama menegaskan judi merusak pikiran Tapi tidakkah Tuhan jua yang menciptakan ketidakpastian? Tidakkah Tuhan jua yang memaksa kita mengundi? Tidakkah Adam turun ke dunia karena ia main judi? Buah khuldi: jauhi atau makan Ia putuskan yang nomor dua Lantas ia turun ke bumi, melahirkan kita-kita ini Keturunan seorang penjudi Lalu jikalau memang iya tak ada yang kaya karena judi Maka tanyakan pada pemilik motor Tiger itu Yang ia menangkan ketika jadi bandar empat tahun lalu Sekarang motornya sirna, rusak hancur dalam suatu petaka Ia kembali naik angkot seperti nasibnya sebelum pesta sepakbola Para tetua bilang, "Lihat, hasil judi, dari tanah akan kembali ke tanah" Tapi si pemuda mesem-mesem dalam hati Ada keyakinan yang ia pendam dalam-dalam Bahwa setidaknya dalam suatu percik hidupnya Ia pernah naik motor Tiger Pernah merasakan gelegak keh

Malam itu

Mari akan kuceritakan sebuah malam. Malam dimana langit dan gemintang seperti biasanya menaungimu, tapi yang sekarang mereka lebih terang dari biasanya. Malam itu kami ada di pinggiran kolam renang. Kolam renang yang membentang dan membunyikan kecipak kecil tanda ia tersisir angin. Mari akan kuceritakan sebuah malam. Malam dimana denting gitar akustik menghidupkan kursi dan meja yang tadinya mati. Malam dimana denting gitar akustik menghidupkan denting sendok garpu yang tadinya tak lebih dari gemerincing pengganggu telinga. Ini malam, malam panjang, sayang. Malam yang sama-sama dua belas jam, tapi hati ini tidur di bawah naungannya selamanya. Ini kisah kenisah tentang dua orang yang sedang tidak punya uang, tapi berada di restoran mewah untuk yang satu meminang satu lagi. Ini kisah kenisah tentang dua orang yang tidak punya apa-apa untuk kemudian akhirnya bergerak dari kursinya untuk meraih satu dua asa yang tergantung di hadapan. Ini kisah kenisah tentang lingkaran kecil di jari yang

Mendarahi Piala Dunia

  Sejak partai puncak Euro 1996 di Inggris, saya menjadi sangat menyukai sepakbola. Final yang mempertemukan Jerman versus Rep. Ceko tersebut, sangat tertanggal di hati. Saya sampai ingat sebagian besar pemain yang main: Jerman formasi 3-5-2, ada kiper Andy Koepke, libero Mathias Sammer, bek Jurgen Koehler dan Stefan Reuter, pemain tengah Thomas Haessler, serta duet penyerang Jurgen Klinsmann dan Steffen Freund. Ada juga Rep. Ceko dengan formasi 3-6-1 saya ingat kiper Petr Kouba, bek Michel Hornak, kapten Radoslav Latal dan Jan Suchoparek, pemain tengah Pavel Nedved, Jiri Nemec, Patrik Berger, Karel Poborsky, serta penyerang tunggal Pavel Kuka. Ah, jadi pamer ingatan yah, tapi sungguh saya bahagia bisa mengingat semuanya. Saat itu saya kelas 6 SD dan saat menulis ini saya tak sedikitpun mengintip Wikipedia atau situs UEFA. Sejak itu, saya tak mau sedikitpun melewatkan momen-momen dalam sepakbola, apalagi turnamen besar. Mesti nyangkut di hati, mesti terasa euforianya, terdarahi dalam n

Madinah Al-Munawwarah

Aku jatuh hati Pada kota yang sempat Nabi singgahi Jejak pertamaku ada di kala subuh Adzannya berkumandang Sayup membelah langit Arab Speakernya pasti berkualitas dan sadar lingkungan Tak membangunkan orang yang tengah lelap Kuberjalan cepat menuju masjidmu, Ya Rasulullah Masjid yang letaknya ditentukan oleh instingmu via Al-Qishwa Lalu kulihat megahnya bangunan Arsitektur Spanyol ala Cordoba Subhanallah, tak percaya aku ada disini Shalat berjamaah bersama ribuan entah puluh ribuan Arab Lalu kudengar imam mengucapkan takbir, fathihah, dan surat pendeknya Kuingat. Syahdu: Wailullil muthaffifiin. Alladziina idzak taaluu 'alannaasiyastawfuun. Kututup shalat dengan salam Bangun aku menghirup dalam-dalam aroma Madinah Kulihat langit berwarna keunguan Tanda matahari siap menyembul dari gunung-gunung tandus Kukitari kota dan kuamati manusia Semua sibuk dengan urusannya seperti biasa Tapi entah perasaanku saja atau memang iya: Amboi damainya Tak ada kekhawatiran seperti di alun-alun Bandun