Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2011

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Batu Nisan Kaum Kiri

Sekitar bulan lalu, kira-kira tanggal 28 Desember (saya ingat, karena sehari sebelum final Piala AFF), saya jalan-jalan bersama pacar dan teman-temannya di Mal FX, kawasan Sudirman, Jakarta. Sore itu kami bermaksud nonton film Gulliver's Travel. Kala berjalan menyusuri mal-menuju bioskop, saya menemukan ada tempat makan yang menarik. Namanya Foodism. Menarik karena banyak foto wajah orang terpampang di dalamnya. Yang dipajang bukan foto orang sembarangan, mereka adalah orang-orang yang akrab disebut dalam sejarah. Apa maksud restoran tersebut memasang wajah mereka, saya tidak paham. Kalau saya tanya-tanya pelayannya pun mungkin mereka geleng-geleng saja. Saya juga saat itu sudah kenyang, sehingga tidak tertarik makan di dalamnya. gambar diambil dari sini Ketidakpahaman saya akan "Mengapa mereka semua ada disana?" menggelitik saya untuk menerka-nerka saja. Dari beberapa foto di sana, tiga diantaranya adalah tokoh besar dari kalangan kiri, yakni Lenin, Marx, dan Mao. Tak pe

Kenangan

Ketika menulis ini saya baru saja pulang. Pulang dari acara kumpul bersama teman-teman. Hal yang tadinya saya ragu untuk melakukannya karena suatu prinsip yang saya teguhkan sendiri: Tidak ada main sebelum kuliah lulus. Kebetulan (Insya Allah) sidang kelulusan hanya tinggal dua mingguan lagi. Saya pikir saya bisa menahan diri untuk tidak berjumpa kawan-kawan jika cuma dua pekan. Namun entah kenapa, SMS ajakan tadi siang begitu sulit untuk ditolak. Saya merasa bahwa ajakan ini adalah semacam upaya untuk "menyeimbangkan" diri. Betapa kegiatan menulis tesis sudah sangat menjengahkan, rutinitas tambah lama tambah membunuh kesadaran, dan waktu luang semakin dipersedikit karena berpotensi buang-buang uang. Kegiatannya begitu saja, tidak berbeda dengan dulu-dulu. Nonton bioskop, pulangnya makan. Pasca makan, kami berbincang-bincang hingga larut malam. Kebetulan ini adalah kawan setia dari sejak SMA bahkan SMP. Sudah nyaris sepuluh tahun kami bersama, dan nonton-setelah-itu-makan mas