Tetapi aku tidak tahu ternyata usia 38 itu terasanya seperti ini. Juga aku tidak tahu ternyata beginilah kehidupan sehari-hari sebagai pengajar, penulis, dan pengkaji filsafat. Begitupun bayanganku tentang mereka yang menginjak fase lansia. Mereka tidak tahu bahwa usia 70 itu rasanya seperti itu. Begitupun bayanganku tentang para koruptor saat tertangkap. Mereka tidak tahu bahwa menjadi koruptor yang tertangkap itu rasanya seperti itu. Kita lebih banyak tidak tahu tentang segala sesuatu, tidak tahu sampai benar-benar merasakannya. Berada di dalamnya . Bayanganku tentang masa tua adalah selalu ketakutan. Kecemasan karena kian dekat dengan kematian. Namun aku tidak tahu. Mungkin mereka malah bahagia. Buktinya banyak diantara mereka yang semakin bersemangat, kian giat berkarya, atau menjalani hari-hari yang santai tanpa ambisi selayaknya di masa muda. Aku tidak tahu rasanya menjadi mereka. Mereka sendirilah yang tahu rasanya bagaimana menjadi tua. Karena mereka ada di dalamnya . Tetapi
Ketika kawan Erie Setiawan mengirimkan buku Imagi-Nation: Membuat Musik Biasa Jadi Luar Biasa dari Yogya, saya langsung menghabiskan buku setebal kurang lebih seratus halaman itu dalam sehari. Namun bukan ketipisan buku itu yang membuat saya sanggup membaca cepat. Entah oleh sebab sang penulis, Vince McDermott, atau kelihaian sang penerjemah, yang pasti kata-kata dalam buku ini amat renyah, lincah, dan sepertinya sudah dibuat sedemikian rupa agar tidak membuat pembaca ketakutan dengan topiknya. Apa yang dibahas oleh McDermott sesungguhnya tidak semudah gaya bahasanya. Ia menyuguhkan banyak hal mendasar tentang musik yang justru merupakan topik yang tidak populer -bahkan di kalangan akademisi musik sekalipun?-. Hal yang mendasar ini bukan berarti menyoal teori atau praktik dasar dalam bermusik. McDermott memulai bukunya dengan membahas apa itu estetika, apa perbedaan estetika barat dan timur, hingga memperdebatkan apakah musik kemudian harus ditransfer kembali pada kata-kata u