Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2014

Spiritualitas dalam Joged Gemoy

  (Ini adalah teks Filtum [Filsafat Tujuh Menit] yang dibacakan pada live IG Kelas Isolasi, 12 Maret 2024) Ya, kita tahu siapa yang pasti menang pada pilpres tahun ini. Orang yang dalam kampanyenya mengandalkan suatu gerakan tari yang dilabeli sebagai joged gemoy. Meskipun cerita tentang ini sudah beredar luas, saya harus ulas sedikit tentang darimana asal usul joged gemoy ini berdasarkan pengakuan Prabowo sendiri dalam podcast Deddy Corbuzier. Menurut Prabowo, gaya joged tersebut terinspirasi dari joged spontan yang dilakukan kakeknya, Pak Margono. Usut punya usut, ternyata gaya tersebut masih ada kaitannya dengan kisah pewayangan, "Kakek saya orang Jawa dari Banyumas, zaman itu belum ada televisi, jadi hiburannya wayang," kata Prabowo mulai bercerita. Dalam sebuah cerita wayang (yang diperagakan wayang orang itu), sang kakek merasa senang dengan sosok tokoh Pandawa dan Kurawa di mana gerakannya seperti orang yang sedang melakukan pencak silat. "Pandawa dan Kurawa, p

Norwegian Wood: Absurd, Erotis, dan Eksistensial

Pertama kali saya mendengar nama Haruki Murakami adalah dari seorang kawan bernama Heru Hikayat. Tidak banyak yang diceritakan Mas Heru soal siapa Murakami ini. Ia cuma bilang bahwa Murakami adalah seorang penulis yang juga rajin mengikuti kompetisi maraton. Pernah Mas Heru mengirimi beberapa cerita pendek yang ditulis oleh Murakami tapi saya mengabaikannya. Namun entah kenapa, di suatu Sabtu ketika saya sedang berjalan-jalan di toko buku, ada buku Norwegian Wood  terpajang di jajaran buku unggulan. Ada energi aneh yang menarik saya untuk membelinya.  Buku ini memang mempunyai energi yang aneh sekali. Jika kamu ingin tahu apa yang diceritakan dalam Norwegian Wood , maka saya akan mengatakan bahwa buku ini tidak lebih dari sekadar percintaan remaja usia 20-an. Dua orang saling mencintai, lalu terdapat orang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya sehingga suasana menjadi repot. Namun yang menjadi titik berat Murakami adalah bagaimana ia menceritakan kisah cinta itu. Meski ceritany

Gadis Kretek: Antara Kretek, Sejarah, dan Stereotip (Saya) yang Terselamatkan

Harus diakui bahwa saya bukanlah penikmat karya sastra lokal, kecuali jika itu menyoal karya-karya dari angkatan lama. Skeptisitas saya sebenarnya boleh dibilang tidak beralasan. Mungkin lebih tepatnya disebabkan karena trauma setelah membaca Dwilogi Padang Bulan, Sembilan Matahari,  dan Negeri Lima Menara yang banyak berkelit dengan kemahatahuan si penulis padahal ujung-ujungnya menyisipkan pesan yang pasti laku di negeri kita: Tentang sikap pantang menyerah agar cita-cita kita, setinggi apapun, dapat tercapai.  Ketika saya disodori  Gadis Kretek  oleh rekan kerja untuk dibaca, saya tidak langsung mengiyakan. Saya bertanya ini-itu terlebih dahulu sekadar memastikan bahwa buku karya Ratih Kumala ini bukanlah buku motivasi. Katanya, baca saja, akan menegangkan terus sampai halaman terakhir. Ternyata memang iya, novel Gadis Kretek setebal 274 halaman tersebut memang pandai sekali menciptakan kepenasaranan bagi pembacanya. Dari awal hingga akhir sulit sekali untuk menebak jalan