Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2015

Psychologismus-Streit dan Asal-Usul Perpecahan Aliran Kontinental dan Analitik dalam Filsafat

  Di akhir abad ke-19, diawali dari usaha pemisahan psikologi dari filsafat, muncul istilah Psychologismus-Streit atau "perselisihan psikologisme". Apa itu psikologisme? Psikologisme adalah pandangan bahwa segala konsep/ gagasan dalam filsafat (batasan pengetahuan, sistem logika, dan lain-lain) dapat ditarik penjelasannya pada pengalaman mental atau proses psikologis (Vrahimis, 2013: 9). Posisi psikologi yang kian mantap dengan penelitian empiriknya membuat filsafat mesti mendefinisikan kembali tugas dan posisinya: jika segala problem filsafat bisa direduksi pada aspek mental, masih adakah sesuatu yang disebut sebagai filsafat "murni"?  Menariknya, perselisihan ini tidak hanya di ranah perdebatan intelektual, tapi juga terbawa-bawa hingga ke ranah politik. Pada tahun 1913, 107 filsuf, beberapa diantaranya adalah Edmund Husserl, Paul Natorp, Heinrich Rickert, Wilhelm Windelband, Alois Riehl, dan Rudolf Eucken menandatangani petisi yang menuntut menteri kebudayaan Jer

Hidup yang Biasa

Minimal seminggu sekali, saya selalu menyempatkan diri untuk datang ke Pasar Ciwastra. Apa yang saya lakukan bermacam-macam, apakah sekadar minum kopi, makan bubur ayam, mengunjungi pedagang ikan, atau tiada alasan tertentu: Hanya duduk dan memandangi orang lalu-lalang. Mungkin saya terinspirasi Sokrates, yang selalu berjalan-jalan ke agora (semacam alun-alun di jaman Yunani Kuno) untuk mencari kebenaran dengan cara menanyai orang-orang yang ditemui. Saya tidak punya keberanian seperti Sokrates, juga sepertinya tidak sopan, dalam kebudayaan kita, tiba-tiba menyapa orang dan bertanya macam-macam. Kalau cuma harga bawang atau dimana lokasi pedagang ayam, boleh saja. Tapi jika bertanya tentang prinsip-prinsip mengapa mereka berdagang, apa filosofi yang mendasarinya, serta bagaimana menjadi pedagang yang baik, tentu saya akan dianggap tidak sopan. Apa yang saya lakukan cukup memperhatikan, dan sedikit mendengarkan obrolan. Saya merasa bahwa kehidupan orang-orang di pasar adalah kehidu

Puisi Kolam Ikan

Aku punya kolam ikan Isinya lele putih, komet, dan patin Setiap hari aku duduk di pinggirnya Menyapa lalu berbincang tentang situasi dunia Kata lele putih, "Dunia ini indah, saat kamu melempar pakan" Kata komet, "Dunia ini indah, saat air jernih senantiasa sehingga aku dapat memandangi angkasa" Kata patin, "Dunia ini indah, jika batu kecil diperbanyak agar aku bisa bersembunyi diantaranya" Tapi aku tidak tertarik pada ucapan mereka Aku terus membahas harga BBM yang naik-turun dan tragedi AirAsia Suatu hari aku tinggalkan mereka karena bosan Aku merasa ikan-ikan itu tak paham situasi global Aku merasa ikan-ikan itu tak punya kepedulian nasional Keesokan harinya, setelah tak lagi kesal, aku sambangi kembali kolam ikan Mereka semua sudah mati bahagia